Senin, 20 Maret 2017

Bioluminescence



Bioluminescence
Bioluminescence adalah emisi cahaya yang dihasilkan oleh makhluk hidup karena adanya reaksi kimia tertentu. Hingga saat ini, bioluminesensi telah ditemukan secara alami pada berbagai macam makhluk hidup seperti cendawan, bakteri, dan organisme di perairan, namun tidak ditemukan pada tanaman berbunga, hewan vertebrata terestrial, amfibi, dan mamalia. Sebagian besar plankton memiliki kemampuan menghasilkan pendaran, terutama plankton yang hidup di perairan laut dalam.

B.     Sejarah Bioluminescence
Tulisan tertua tentang bioluminesensi dibuat 2500 tahun yang lalu oleh Aristoteles dalam bukunya yang berjudul "Tentang Warna".  Aristoteles menyebutkan bahwa ada sesuatu yang secara alami seperti bagian kepala ikan dan tinta dari sotong yang dapat menghasilkan cahaya atau pendaran.
Pada tahun 1887, Raphaël Dubois berhasil mengisolasi lusiferin (substrat untuk reaksi bioluminesensi) dan enzim lusiferase (ketalis) dari piddock, sejenis remis laut.Temuan tersebut dipopulerkan dan dilanjutkan oleh Edmund Newton Harvey yang menyatakan bahwa senyawa lusiferin dan lusiferase yang ditemukan pada berbagai spesies makhluk hidup tidak dapat ditukar.
Pada tahun 1967, Robert Boyle, seorang ilmuwan dari Inggris mempublikasikan penelitiannya tentang reaksi bioluminesensi pada fungi yang memerlukan udara.Laporan berikutnya menyebutkan bahwa oksigen merupakan komponen udara yang berperan dalam reaksi tersebut.
Penelitian tentang bioluminesensi berkembang pesat setelah Osamu Shimomura, seorang ahli biologi kelautan dan kimia organik, berhasil meneliti tentang protein yang bertanggungjawab dalam menghasilkan luminesensi pada spesies ubur-ubur Aequorea victoria yang disebut dengan aequorin.[3] Protein tersebut akan berikatan dengan ion kalsium dan menghasilkan cahaya biru yang diserap oleh protein berpendar hijau ubur-ubur. Pada tahun 1985, aequorin berhasil dikloning ke dalam makhluk hidup lainnya dan sejak itu aplikasi bioluminesensi mulai banyak diteliti. 

C.    Faktor penyebab Terjadinnya Bioluminescence
Peristiwa terjadinya bioluminescence merupakan peristiwa yang terjadi akibat kerja enzim didalam tubuh organisme.hal tersebut dikarenakan beberapa enzim yang system kerjanya menghasilkan cahaya.
Banyak bakteri yang dapat menghasilkan bioluminesensi, umumnya diketahui kemudian bahwa seluruh bakteri tersebut tergolong ke dalam bakteri gram negatif, motil, memiliki morfologi batang, dan bersifat aerob atau anaerob fakultatif. Bakteri-bakteri itu tersebar di daerah lautan, perairan tawar, dan tanah (terestrial). Contoh bakteri penghasil bioluminesensi yang telah diteliti adalah genus Vibrio (V. harveyi, V. fischeri, V. cholera), Photobacterium (P. phosphoreum, P. leiognathi), Xenorhabdus (X. luminescens), Alteromonas (A. haneda), dan Shewanella. Sementara itu, hanya sedikit cendawan yang diketahui dapat menghasilkan bioluminesensi, di antaranya adalah Armillaria mellea, Panellus Stipticus, Omphalotus nidiformis, dan Mycena spp.

D.          Peran  Bioluminescence Pada Organisme

·         Sinyal Kawin
Berbagai spesies kunang-kunang memanfaatkan bioluminesensi sebagai sinyal kawin. Setiap spesies memiliki pola dan warna pendaran yang berbeda. Umumnya, kunang-kunang jantan yang terbang rendah akan memulai memancarkan pendaran untuk menarik perhatian lawan jenisnya. Selanjutnya, dalam kurun waktu tertentu kunang-kunang betina akan membalas sinyal tersebut dengan pola pendaran spesifik yang berbeda. Salah satu kunang-kunang dari genus Photuris dapat meniru dan menghasilkan pendaran yang sama seperti yang dimiliki spesies kunang-kunang lainnya.Akibatnya pejantan atau betina dari spesies lain dapat salah mengenali dan mendekati Photuris. Hal ini dimanfaatkan Photuris untuk memangsa spesies kunang-kunang lainnya. Seperti halnya kunang-kunang, sejenis cacing di lautan Bermuda yang disebut Odontosyllis enopla juga menggunakan bioluminesensi untuk menarik pasangannya. Cacing betina akan mengeluarkan lendir berpendar untuk menarik pejantan. Ketika cacing jantan datang, cacing betina akan mengeluarkan telur dan jantannya akan mengeluarkan sperma untuk melakukan fertilisasi.
·          Predasi
Selain sebagai mekanisme pertahanan, bioluminesensi pada makhluk hidup juga banyak dimanfaatkan untuk memburu mangsa (predasi), di antaranya adalah ikan angel dan hiu Isistius brasiliensis yang menggunakan luminesensi untuk menarik mangsa mendekat. Hiu I. brasiliensis memiliki bagian bawah rahang yang berpendar dan tampak seperti siluet yang dihasilkan dari penyamaran dengan sinar, akibatnya cumi dan ikan akan mendekat karena mengira siluet tersebut merupakan penyamaran dari mangsa mereka. Setelah cumi atau ikan mendekati rahangnya, akan lebih mudah untuk hiu ini dalam menangkap makanannya.Hal serupa juga dilakukan oleh paus sperma (Physeter macrocephalus) yang secara intensif menghasilkan pendaran saat berburu mangsa di perairan laut dalam yang gelap. Mangsa yang berupa cumi-cumi akan datang mendekati bagian mulut paus sperma yang berpendar dan saat itulah paus ini menangkap mangsanya.
·          Perlindungan Terhadap Pemangsa.
Setiap makhluk hidup yang mampu menghasilkan luminesensi untuk tujuan atau fungsi yang berbeda-beda.Sebagian makhluk hidup memanfaatkannya untuk pertahanan diri, seperti yang dilakukan kelompok dinoflagelata, ubur-ubur, dan beberapa jenis cumi-cumi yang berpendar untuk mengejutkan predator yang mendekatinya sehingga memberikan kesempatan kepadanya untuk melarikan diri dari predator. Beberapa jenis dekapoda, sefalopoda, dan ikan menggunakan pendaran untuk melakukan kamuflase dalam menghindari predator. Mekanisme pertahanan seperti ini disebut dengan penyamaran dengan sinar (kontrailuminasi) yang membuat suatu makhluk hidup tidak terlihat atau tersamarkan di antara sinar lain di lingkungan perairan. Pada spesies bintang ular laut, cacing laut, dan organisme bioluminesensi di daratan, mereka memiliki mekanisme pertahanan yang disebut aposematisme, yaitu menghasilkan pendaran untuk menandakan bahwa makhluk tersebut memiliki toksik (beracun) atau tidak enak dimakan sehingga predator akan menghindarinya. Pendaran pada larva kunang-kunang juga merupakan salah satu bentuk aposematisme yang melindunginya dari predator karena akan dikenali sebagai makanan yang tidak enak atau tidak menguntungkan..
Beberapa organisme di laut takut untuk memakan zooplankton karena sebagian besar zooplankton memiliki pendaran yang tetap dapat terlihat saat mereka berada di dalam perut pemangsanya.Akibatnya organisme yang memakan zooplankton tampak berpendar dan ini membuatnya mudah dikenali dan diburu oleh predator yang lebih tinggi tingkatannya. Fenomena ini terlihat pada peristiwa dinoflagelata yang menjadi makanan udang misid. Udang tersebut akan tampak berluminesensi karena di dalam tubuhnya terdapat dinoflagelata berpendar sehingga ikan Porichthys notatus dapat lebih mudah memburu dan memakan udang itu.

E.           Organisme yang Memiliki Kemampuan Bioluminescence
·               Plankton
·               Ikan
·               Gurita
·               Hewan karang



Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Comments

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support